Menurut Kepala Ekonom Bank Permata, Josua Pardede, Indonesia diprediksi akan mengalami deflasi sebesar 0,27 persen pada bulan Mei 2025, terutama dipengaruhi oleh penurunan harga pangan seperti cabai merah dan cabai rawit. Deflasi ini diprediksi setelah mencatat inflasi yang tinggi sebesar 1,17 persen secara bulanan pada bulan April, yang disebabkan oleh lonjakan musiman selama periode Lebaran.
Josua menjelaskan bahwa penurunan harga tersebut terutama disebabkan oleh normalisasi harga pangan setelah Idul Fitri, termasuk turunnya harga komoditas volatile seperti cabai merah dan cabai rawit. Meskipun harga komoditas pangan utama seperti beras dan produk unggas masih mengalami inflasi, namun inflasi tersebut dinilai masih dalam skala moderat.
Selain itu, harga yang diatur pemerintah atau administered prices juga diprediksi akan mengalami deflasi meskipun tidak sebesar kelompok pangan. Hal ini disebabkan oleh turunnya harga BBM non-subsidi akibat pelemahan harga minyak global di bulan April serta penurunan tarif angkutan udara setelah berakhirnya lonjakan permintaan saat Lebaran. Prediksi menunjukkan bahwa secara year on year pada bulan Mei 2025, Indonesia masih akan mengalami inflasi yang melandai menjadi sekitar 1,70 persen, dari bulan April yang sebesar 1,95 persen.
Josua juga memproyeksikan bahwa inflasi Indonesia pada akhir tahun 2025 akan berada di kisaran 2,33 persen, tetap sesuai dengan target BI yang berada dalam sasaran 2,5±1 persen, namun naik dari capaian akhir tahun 2024 yang sebesar 1,57 persen. Badan Pusat Statistik (BPS) dijadwalkan akan mengumumkan perkembangan Indeks Harga Konsumen (IHK) bulan Mei 2025 pada Senin, 2 Juni 2025.