Pemilihan jurusan kuliah saat ini tidak hanya berdasarkan minat, tetapi juga pertimbangan akan masa depan. Dalam situasi persaingan kerja yang semakin ketat, para mahasiswa dan orang tua kini lebih cermat dalam memilih jurusan yang dapat memberikan peluang kerja setelah lulus. Meskipun dulu banyak yang meyakini bahwa jurusan finansial adalah pilihan teraman untuk karier yang stabil dan gaji tinggi, data sebenarnya menunjukkan sebaliknya. Studi terbaru dari Federal Reserve Bank of New York mengungkapkan bahwa jurusan-jurusan seperti sejarah seni, filsafat, dan ilmu gizi memiliki tingkat pengangguran yang lebih rendah daripada jurusan-jurusan ‘elite’ seperti komputer atau finansial.
Penggunaan teknologi kecerdasan buatan (AI) juga telah menyebabkan penurunan prospek kerja bagi lulusan jurusan komputer, karena AI mulai menggantikan pekerjaan teknis. Hal ini membuat kemampuan berpikir kritis, empati, dan komunikasi yang diajarkan dalam jurusan humaniora semakin dicari oleh perusahaan besar. Oleh karena itu, mahasiswa dituntut untuk memilih jurusan kuliah yang tidak hanya mengasah skill teknis, tetapi juga soft skills dan kemampuan adaptasi. Jurusan-jurusan yang menyentuh aspek kreativitas, empati, dan pemikiran kritis, seperti filsafat, sejarah, atau ilmu gizi, kini menjadi lebih diminati karena perubahan kebutuhan industri.
Dalam menghadapi pasar kerja tahun 2025, penting bagi calon mahasiswa untuk memilih jurusan dengan visi yang luas. Kreativitas, empati, dan pemikiran kritis tetap menjadi peran penting yang hanya dapat diemban manusia di tengah dominasi teknologi. Maka dari itu, penting untuk mempertimbangkan bidang-bidang studi yang dapat mengembangkan aspek tersebut untuk mempersiapkan diri menghadapi tuntutan industri yang semakin berkembang.