Dalam sebuah pertemuan kabinet yang diselenggarakan di Istana Negara pada Rabu (6 Agustus), Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, menegaskan perlunya persatuan nasional di tengah ketidakstabilan global yang semakin meningkat. Prabowo menyoroti lanskap geopolitik yang semakin kompleks sejak awal pemerintahannya pada 20 Oktober 2024.
Menurut Prabowo, ketika pemerintahannya dimulai pada 20 Oktober, situasi geopolitik dan geoekonomi tidak sekompleks saat ini. Saat ini, kita dihadapkan pada dampak yang luas dari konflik yang melanda negara-negara di seluruh dunia,” ujarnya.
Dia merincikan krisis yang sedang berlangsung di Ukraina, Gaza, Tepi Barat, Lebanon, dan Suriah—yang semuanya telah menelan korban jiwa sipil yang signifikan—serta meningkatnya ketegangan antara Israel dan Iran, serta konflik yang persisten antara India dan Pakistan. Di Asia Tenggara, kekacauan politik di Myanmar dan ketegangan antara Kamboja dan Thailand juga menjadi sorotan.
Prabowo juga menyoroti ketidakpastian yang semakin meningkat dalam ekonomi global, terutama akibat kebijakan tarif baru dari Amerika Serikat. Meskipun demikian, ia menyatakan keyakinan terhadap kemampuan Indonesia untuk menavigasi tantangan ini, berkat kekuatan dan kohesi tim ekonomi pemerintah.
“Saya ingin berterima kasih kepada semua yang telah bekerja sebagai tim yang solid—Menteri Koordinator Bidang Perekonomian beserta stafnya, didukung oleh Menteri Keuangan, Industri, dan Perdagangan; Ketua Dewan Ekonomi Nasional dan Menteri Investasi. Semua orang berperan aktif. Menteri Luar Negeri tengah memajukan diplomasi. Kita maju bersama sebagai satu tim,” ujarnya.
Presiden Prabowo menekankan bahwa pendekatan Indonesia yang tenang, pragmatis, dan berfokus pada negosiasi telah menjadi kunci untuk melindungi kepentingan nasional di tengah ketidakstabilan global.
“Kita bernegosiasi.