Di tengah kondisi pasar properti residensial yang lesu, Bank Indonesia mengungkapkan faktor-faktor utama yang menghambat penjualan rumah di Indonesia. Sorotan utama adalah terkait suku bunga Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dan masalah perizinan yang masih membebani konsumen maupun pengembang. Berdasarkan Survei Harga Properti Residensial (SHPR) Triwulan II 2025, Bank Indonesia mencatat adanya kontraksi penjualan properti residensial di pasar primer sebesar 3,80% (yoy), yang merupakan pembalikan dari pertumbuhan sebelumnya. Kelesuan ini terjadi karena penurunan penjualan rumah di hampir semua segmen, terutama rumah tipe besar dan menengah. Bank Indonesia mengidentifikasi lima faktor utama yang menjadi penghambat penjualan, termasuk suku bunga KPR, perizinan, birokrasi, kenaikan harga bahan bangunan, dan tingginya proporsi uang muka dalam pengajuan KPR. Suku bunga KPR yang tinggi membuat akses pembiayaan rumah sulit bagi masyarakat, terutama kalangan generasi muda dan kelas menengah yang bergantung pada fasilitas kredit. Masalah perizinan yang lamban dan kompleks juga menyulitkan laju pasokan rumah dari sisi pengembang. Meskipun total nilai KPR masih mengalami pertumbuhan, namun pertumbuhan tersebut melambat. Pada triwulan II 2025, total nilai KPR naik 7,81% (yoy), dalam kontras dengan pertumbuhan sebelumnya.