Deaf Club, band hardcore punk asal California, akan segera merilis album penuh kedua mereka yang berjudul ‘We Demand a Permanent State of Happiness’ akhir bulan ini. Dalam sebuah lanskap punk yang semakin melunak, album ini muncul sebagai sebuah serangan balik yang liar, penuh kemarahan, dan satir terhadap sistem kapitalisme yang terus memporakporandakan dunia. Dengan dentuman blastbeat yang tanpa ampun dan humor gelap yang menyeringai, Deaf Club membuktikan bahwa punk masih bisa terdengar beringas, kotor, dan menyenangkan dalam satu tarikan napas.
Terdiri dari para veteran punk seperti Justin Pearson dari The Locust, Retox, dan Dead Cross, Brian Amalfitano, Scott Osment dari Weak Flesh, serta Jason Klein dari Run With the Hunted, Deaf Club bukanlah proyek baru. Mereka pertama kali dikenal melalui EP ‘Contemporary Sickness’ pada tahun 2019, kemudian merilis album penuh ‘Productive Disruption’ tahun 2022, serta berkolaborasi melalui Split EP dengan Fuck Money tahun lalu.
Di tahun 2025, Deaf Club telah merilis dua single sebelumnya, “Nihilism for Dummies” dan “Crap Circles”, dan sekarang kembali dengan trek terbaru berjudul “All Hot Dogs Are In-Bred”. Mendengarkan lagu ini terasa seperti mendengar teriakan histeris yang menolak untuk tunduk pada absurditas dan kekejaman dunia saat ini. Dengan vokal yang menggeliat layaknya hantu banshee, gitar berdengung seperti gergaji mesin, dan gebukan drum seperti senapan otomatis, lagu ini adalah dentuman industrial yang tak kenal lelah.
Dalam sebuah wawancara, Justin Pearson menjelaskan bahwa album ini, termasuk lagu-lagu di dalamnya, selalu memiliki sisi gelap. Dunia yang kejam membuatnya merasa lelah melihat manusia bertingkah bodoh. Melalui lagu “All Hot Dogs Are In-Bred”, Pearson menyerukan pentingnya kesadaran akan keadaan dunia dan ketiadaan kemanusiaan yang kadangkala kita pandang sepele.
Dengan tanggal rilis yang menantang pada 19 September melalui Southern Lord dan Three One G, album “We Demand a Permanent State of Happiness’ menegaskan bahwa hardcore punk masih memiliki gigi tajam untuk menggigit. Ini adalah sebuah pernyataan keras bahwa walaupun dunia mungkin sedang kacau, kemarahan masih bisa menjadi cara yang paling jujur untuk meresponsnya.