Pada hari Rabu, 17 September 2025, Presiden Prabowo Subianto mengeluarkan pernyataan mengenai penghapusan mekanisme kuota impor pada komoditas vital untuk menjaga kesejahteraan masyarakat. Langkah ini bertujuan untuk menghilangkan distorsi dan memastikan kelancaran perdagangan. Meskipun demikian, pernyataan Presiden ini perlu dipahami secara menyeluruh agar tidak dimanfaatkan oleh pihak tertentu untuk kepentingan pribadi yang dapat membahayakan ketahanan energi nasional.
Beberapa badan usaha swasta (BU swasta) pemilik SPBU saat ini menekan pemerintah untuk membuka kembali kuota impor tambahan karena stok BBM mereka habis. Meskipun kuota impor tahun ini telah dinaikkan 10 persen dibandingkan tahun sebelumnya, dan realisasi impor sudah mencapai 110 persen, pihak swasta ini tetap berargumentasi bahwa mereka membutuhkan tambahan impor. Namun, penting untuk memahami bahwa kehabisan stok seharusnya menjadi pembelajaran bagi industri untuk melakukan perencanaan logistik yang lebih baik, bukan hanya mengandalkan pemerintah untuk membuka keran impor lebih lebar.
Dalam konteks kebijakan publik, pemerintah perlu menyeimbangkan kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan kepentingan nasional dalam mengelola pasokan BBM. Arahan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (KESDM) agar BU swasta membeli BBM dari Pertamina atau melakukan impor melalui Pertamina sesuai dengan kerangka kebijakan yang ada. Hal ini bertujuan untuk mengkonsolidasikan pasokan BBM agar tetap terkendali secara nasional dan menghindari potensi disparitas harga di pasar.
Dalam hal ini, transparansi data pasokan, impor, dan kebutuhan BBM nasional sangat penting untuk memberikan informasi kepada publik bahwa stok nasional aman. Langkah-langkah tertentu perlu dipertimbangkan oleh pemerintah untuk memperkuat kebijakan ini, seperti meningkatkan transparansi data, mengembangkan mekanisme joint procurement, memperkuat komunikasi publik, dan terus memantau perilaku BU swasta untuk menjaga kestabilan pasar.
Kebijakan yang mendorong BU swasta untuk membeli dari Pertamina sejalan dengan tujuan Presiden untuk menghapus kuota impor yang diskriminatif. Hal ini menjadi implementasi nyata dari prinsip free flow of goods yang terkendali demi menjamin pasokan BBM yang stabil dan kedaulatan energi Indonesia. Dengan demikian, regulasi yang diterapkan harus dapat menciptakan lingkungan pasar yang sehat, transparan, dan efisien dengan melibatkan kepentingan nasional sebagai prioritas utama.