INILAHKORAN, Bandung – Ancaman keamanan siber menjadi risiko utama bagi perusahaan-perusahaan di era digital yang semakin maju. Penelitian yang dilakukan oleh Sheehan dkk tahun 2022 menunjukkan bahwa ancaman tersebut tidak hanya membahayakan kelangsungan bisnis, tetapi juga melanggar privasi.
Ancaman keamanan siber juga berpotensi menimbulkan kerugian finansial yang signifikan. Cybersecurity Ventures memperkirakan kerugian akibat ancaman keamanan siber pada tahun 2025 akan mencapai 10,5 triliun USD, naik dari 8 triliun pada tahun 2023.
Menurut Nida Rubini, seorang peneliti Hubungan Internasional di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia (FISIP UI), besarnya kerugian tersebut menekankan pentingnya sistem pertahanan keamanan siber yang kuat.
“Ada banyak korporasi baik dalam skala nasional maupun global yang menyediakan layanan perlindungan keamanan siber,” ungkap Nida pada Sabtu, 30 Maret 2024.
Nida menyebutkan perusahaan seperti Radika Karya Utama dan Edavos menyediakan perlindungan keamanan siber di tingkat nasional, sementara perusahaan global seperti ByteDance, pemilik TikTok, memberikan perlindungan yang efektif.
Namun, Nida juga menyoroti kegagalan dalam memberikan perlindungan data seperti yang terjadi dalam kasus tuduhan terhadap TikTok oleh Parlemen Amerika Serikat.
Menurut James Andrew Lewis, Direktur Program Teknologi Strategis di CSIS Amerika Serikat, tuduhan semacam itu tidak hanya berkaitan dengan teknologi proteksi, namun juga memiliki dimensi politik yang kuat.
Untuk mengelola risiko yang timbul akibat ancaman keamanan siber, diperlukan legislasi dan otoritas eksekutif yang meminimalkan risiko tanpa menghambat operasi perusahaan.
Nida menyarankan solusi seperti meloloskan undang-undang privasi nasional, meningkatkan transparansi dalam jaringan suplai perangkat lunak, dan membatasi risiko penggunaan platform tertentu melalui riset akademik yang dapat dipertanggungjawabkan.
Negara juga harus turut ambil bagian dalam penguatan keamanan siber dengan mengoptimalkan kerja sama internasional dan regional, memperkuat keamanan siber data publik, menegakkan regulasi perlindungan data pribadi, dan meningkatkan literasi privasi digital masyarakat.
Dalam menghadapi tantangan keamanan siber, perusahaan dan pemerintah harus bekerja sama untuk melindungi data, privasi, dan kepentingan ekonomi dari ancaman yang terus berkembang di dunia digital.
Dengan kesadaran akan pentingnya keamanan siber yang memadai, langkah-langkah proaktif dapat diambil untuk mengurangi risiko dan memastikan kelangsungan bisnis serta keamanan masyarakat secara keseluruhan. (Yuliantono)***
Sumber: https://www.inilahkoran.id/legislasi-dan-otoritas-eksekutif-aktor-penting-dalam-perlindungan-keamanan-siber