Koran Gala – Dosen Ilmu Politik UKI, Dr. Audra Jovani, menyatakan dalam studi Feminisme bahwa terdapat hubungan antara seksualitas dan diaspora. Menurutnya, dalam bukunya Metha 2015, terdapat pemahaman yang bias gender dan bersifat androsentris terhadap diaspora.
Laki-laki dianggap sebagai subjek maskulin yang mendapat hak istimewa karena dianggap mampu beradaptasi dan berkembang di tempat baru, sehingga laki-laki mendominasi dalam pembentukan diaspora dan memperkuat maskulinisme. Sementara itu, perempuan dianggap hanya sebagai pengikut dan bergantung pada laki-laki, dan jika perempuan keluar dari rumah atau wilayah, dianggap melanggar norma dan mengalami ketidaksetaraan dalam pembagian kerja.
Audra menyatakan bahwa saat ini, dengan banyaknya diaspora Indonesia yang beragam profesi, pemerintah harus memfasilitasi kebijakan dan program yang berfokus pada kerjasama di berbagai bidang sosial, ekonomi, budaya, dan diplomasi.
Diaspora Indonesia memiliki berbagai peran, seperti menjadi duta dalam mempromosikan keunggulan Indonesia melalui budaya, kuliner, partisipasi aktif di ranah internasional, moderasi beragama, multikulturalisme, investasi dalam berbagai bidang, transfer teknologi dan keterampilan, serta menunjukkan solidaritas terhadap sesama diaspora Indonesia.
Meskipun diaspora Indonesia menghadapi berbagai tantangan seperti dwi kewarganegaraan, buruh migran, dan TPPO, beberapa dari mereka seperti Amye Un, Shinta Hernandez, Gadis Arivia, Leli Kuncoro, dan Dewita Soeharjono sudah berhasil mencapai kesuksesan di berbagai bidang di luar negeri.
Audra menekankan pentingnya pemerintah memberikan perhatian serius kepada diaspora Indonesia, khususnya diaspora perempuan. Dia mengatakan bahwa langkah awal yang harus diambil adalah membangun database diaspora yang baik untuk melibatkan mereka dalam berbagai aspek.