Pada tanggal 7 Februari 2025, Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri) Bima Arya Sugiarto menyatakan bahwa 270 kepala daerah terpilih dalam Pilkada Serentak 2024 direncanakan akan dilantik oleh Presiden Prabowo Subianto pada tanggal 6 Februari 2025 di Istana Kepresidenan, Jakarta. Pelantikan tersebut disesuaikan dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016, khususnya Pasal 164 B yang mengatur pemilihan gubernur, bupati, dan wali kota. Meskipun awalnya ada ketidaksesuaian dengan Putusan Mahkamah Konstitusi No. 27/PUU-XXII/2024, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) akhirnya merevisi dan menunda pelantikan. Namun, penting untuk mengevaluasi apakah tindakan tersebut sudah mematuhi putusan Mahkamah Konstitusi dengan cermat. Keberadaan Pasal 201 ayat (7) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada memotong masa jabatan kepala daerah hasil Pilkada 2020, yang seharusnya menjabat selama lima tahun, namun Pasal tersebut membuat jabatan mereka berakhir pada tahun 2024. Mahkamah Konstitusi memandang Pasal 201 ayat (7) tersebut inkonstitusional bersyarat. Pasal tersebut membuat pentingnya menetapkan waktu pelantikan kepala daerah terpilih dengan tepat sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku untuk menghindari potensi sengketa hukum. Oleh karena itu, dalam proses transisi menuju Pilkada Serentak tahun 2024, perlu menjaga kepatuhan terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi untuk meminimalisir risiko pelantikan kepala daerah yang tidak sesuai dengan ketentuan hukum.