Brain rot atau “pembusukan otak” semakin menjadi sorotan publik, terutama di kalangan pengguna media sosial. Istilah ini merujuk pada penurunan fungsi otak akibat paparan konten digital berkualitas rendah secara terus-menerus. Oxford University Press bahkan menetapkan “Brain Rot” sebagai Word of the Year 2024, menandakan meningkatnya kesadaran akan dampak buruk dari konsumsi digital yang tidak sehat.
Brain rot sendiri menggambarkan kondisi melemahnya kemampuan berpikir akibat terlalu sering terpapar konten daring yang dangkal dan tidak substansial. Hal ini dapat menyebabkan kehilangan fokus, kekurangan semangat, serta kesulitan dalam berpikir kritis dan menyerap informasi. Meskipun istilah ini populer belakangan, jejak historisnya sudah ada sejak abad ke-19.
Para psikolog menyebut bahwa paparan berlebihan terhadap konten ringan seperti video prank, tantangan ekstrem, dan hiburan sensasional dapat memberikan dampak negatif terhadap fungsi kognitif seseorang. Dampaknya meliputi penurunan daya ingat, kehilangan fokus, penurunan kemampuan analisis, dan bahkan ketergantungan pada validasi sosial melalui media digital.
Fenomena brain rot dapat menyerang siapa saja, termasuk anak-anak dan remaja yang intens mengakses internet. Beberapa gejala yang perlu diwaspadai adalah lebih memilih scrolling media sosial dibanding berinteraksi dengan orang di sekitar, kesulitan melepaskan diri dari gadget, dan gangguan tidur. Media sosial menjadi pemicu utama dari brain rot karena kontennya yang cenderung instan dan tidak memberikan tantangan berpikir mendalam.
Untuk mencegah dan mengatasi brain rot, masyarakat dianjurkan untuk membatasi screen time, hindari bermain gadget menjelang tidur, batasi aplikasi digital, perbanyak aktivitas fisik, dan bersosialisasi di dunia nyata. Meskipun brain rot menjadi isu yang mengkhawatirkan, internet tetap memiliki manfaat besar dalam kehidupan modern. Kunci utamanya adalah penggunaan secara bijak, sadar, dan terukur.
Dengan pemahaman tentang dampak dan cara mencegah brain rot, diharapkan masyarakat dapat lebih selektif dalam mengakses konten digital dan menjaga kesehatan otak dari pengaruh negatif dunia maya.