Dunia balap mobil internasional saat ini dikepalai oleh dua ajang bergengsi yaitu Formula 1 (F1) dan Formula E. Meskipun keduanya menawarkan sensasi kecepatan dan inovasi yang luar biasa, pertanyaan yang sering muncul adalah, “mana yang lebih cepat?” Secara teknis, Formula 1 masih merajai sebagai ajang balap paling cepat di dunia dengan kecepatan maksimal mencapai sekitar 375 kilometer per jam, berkat teknologi bobot sasis yang lebih ringan dan mesin pembakaran internal yang canggih. Di sisi lain, Formula E memperoleh kecepatan puncak sekitar 322 kilometer per jam, dengan daya maksimal 300 kW (sekitar 402 bhp) saat balapan.
Meskipun Formula 1 lebih cepat dalam hal kecepatan murni, Formula E memiliki misi yang berbeda yaitu mengadopsi balap yang ramah lingkungan dengan emisi karbon yang jauh lebih rendah dari Formula 1. Formula E dianggap sebagai ajang balap futuristik yang mendorong elektrifikasi dan keberlanjutan. Salah satu kelemahan utama Formula E adalah daya tahan baterai yang masih kurang bila dibandingkan dengan F1. Meskipun demikian, Formula E telah memperkenalkan fitur Pit Boost pada musim ke-11 untuk mengatasi hal ini. Fitur Pit Boost mengharuskan pit stop selama 30 detik untuk pengisian energi cepat sebesar 3,85 kWh.
Baik F1 maupun Formula E berperan sebagai laboratorium untuk uji coba teknologi otomotif. F1 sedang fokus pada pengembangan bahan bakar rendah emisi untuk mencapai target netral karbon pada tahun 2030, sementara Formula E menjadi tempat utama untuk pengembangan baterai dan efisiensi daya pada kendaraan listrik. Meskipun Formula E belum mampu menyaingi F1 dalam hal kecepatan atau jumlah penonton, ajang ini unggul dalam efisiensi dan komitmen terhadap lingkungan, menjadikannya sebagai simbol masa depan olahraga otomotif. Dalam hal kecepatan murni, Formula 1 tetap menjadi yang terdepan, namun dalam hal keberlanjutan dan inovasi otomotif global, Formula E menciptakan jalur sendiri menuju masa depan yang menjanjikan.